Kau tak akan pernah menemukan apa yang selalu kau bahas dalam surat-surat pendekmu. Tak akan pernah pula menemukan ujung di tiap bacaan-bacaan itu usai. Tak akan pernah melihatnya cair seiring air yang lahir dari gumpalan es. Karena kau tak pernah memikirkan itu, kau hanya ingat satu hal. Kau hanya ingat satu sosok dimana pun dan dalam surat apapun.
Kau tak pernah berharap bacaan itu berakhir meski dalam not-not yang sangat sengau, bahkan kucing gendut yang selalu bersamamu segera beringsut menjauh darimu. Kau hanya mengingatnya selalu setiap kau pelan-pelan mengeja huruf demi huruf lembaran itu.
Kau bahkan tak pernah tahu apa yang kau inginkan dalam surat-surat pendek itu. Padahal di sana, di tulisan yang telah lengkap itu, terhampar begitu banyak makna yang kau butuhkan dalam setiap langkahmu. Surat-surat pendek itu, bagimu hanya mampu memberi warna yang tak butuh kata untuk menjelaskan pesonaya, ia hanya tulisan-tulisan yang selalu membuat hatimu riang selalu. Tapi kau tak pernah tahu ada semua itu disana. Dan dia bukan seperti kau, dia hanya menerjemahkan ketenangannya yang tiba-tiba harus terusik oleh surat-surat itu, sedang kau ada di sana, di surat-surat itu.
Apalagi cair, saat bekunya pun kau nyaris tak pernah menyadari. Satu dua waktu, kau berhasil menangkapnya. Itu pun karena ada dia di sana, dengan pelan membacakannyya untukmu. Kau terkadang terlalu ke-aku-an, hingga dia bagimu tak perlu ada spasi jika bersamamu.
Karena kau hanya ingin bersamanya, dalam keadaan bagaimanapun. Meski menurut orang lain, hal ini bukan lagi masalah logis. Dan kau tak bisa dipaksa realistis atau kau masih tak mau membiarkan dirimu melepaskan jiwamu yang setahun terakhir tak lagi seperti dulu. Kau hanya ingin mebaca surat bersamanya, meski perih atau sedih. Tak peduli sedu sedan, tak perlu riang tawa. Bagimu mengenang kebersamaan dengannya mampu menyisihkan apapun hal di luar kebersamaan itu.
Tapi lagi lagi dan berkali kali,
ia perlahan menjauh, menerjemahkanmu bagai boncel yang ada di ukiran patung yang siap dipasang di dinding candi. Ia perlahan beringsut melepasmu, namun kau masih saja belum menyadarinya.
karena kau hanya ingin bersamanya, meski dalam hal yang sangat dibencinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar