Siapa yang tahu masa depan selain Allah, pencipta seluruh alam ini.
Hampir genap satu bulan, saya menjalani proses ta'aruf dengan orang yang sama sekali tidak saya kenal. Banyak pihak menilai bahwa proses yang saya jalani kemarin sangat mudah. Dan memang, saya sendiri menyaksikan semua proses dari awal, sama sekali tidak ada hambatan.
Hanya dikenalkan sebuah nama oleh sanak saudara jauh saya, saya hanya diam. Saya hanya bisa merasai perih yang teramat ketika akhirnya saya menerima sms dari orang yang akan dikenalkan dengan saya itu. Banyak sekali tanya yang terlintas di fikiran saya kala itu:
Sudah saatnya kah saya menjalani proses ta'aruf ini?
Sudah baikkah diri saya untuk menjadi seorang istri?
Sudah layakkah saya menjadi makmum untuk seorang imam?
Sudahkah saya ikhlas terhadap segala rupa masa lalu saya?
Sudahkah saya siap menghadapi masa depan dengan judul baru di pundak?
Namun, semua tanya itu perlahan mengalah, ketika air mata saya bercerita kepada Umi. Umi hanya senyum dan berkata sabar,
"Yang dibutuhkan sekarang hanya pasrah, nduk. Ikuti saja alurnya, jangan mengelak, jangan pula terlalu mengharap. Allah mempunyai banyak cara untuk mewujudkan kehendakNya, sesuai dengan apa yang telah ditetapkanNya dalam Lauh Mahfudh"
Tangis saya mulai menjadi. Namun, saya total berpasrah selanjutnya, saya benar-benar mengikuti alurnya, dan nyaris hanyut.
Setelah istikhoroh dilakukan berbagai pihak dan hasilnya berkesimpulan baik, saya mulai memberanikan untuk tersenyum setiap kali membacai sms darinya. Sms kami tidak pernah hanya untuk sekedar guyonan, semuanya disiapkan untuk menuju amanah besar Allah. Berkali-kali dia pun mengingatkan saya.
Dan karena di dalam keluarganya masih menggunakan adat Jawa, tanggal kelahiran kami pun harus lolos dari hitungan ini jika mengingikan untuk melanjutkan niat beribadah ini. Saya hanya mengiringi dengan bismillah ketika saya mengetikkan hari dan tanggal kepadanya melalui sms, kemudian menunggui beberapa saat, hingga kabar baik pun datang. Ya, hasil hitungan weton kami berdua baik. Tak ada masalah
Sampai di sini, seluruh pihak yang membimbing dan mengawal proses ta'aruf kami, menilai bahwa kami mungkin saja berjodoh. Dua proses besar telah terlewati dengan hasil yang baik.
Namun, hari ini saya tahu. Saya tahu bahwa sebenarnya saya tidak pernah mengetahui apa apa dalam kehidupan ini, apa apa yang sebenarnya masih tersembunyi di balik segala kebaikan yang terlihat. Setelah tiga hari saya merasai gejolak dalam hati saya, malam ini saya beranikan diri untuk menanyakan kepadanya. Lagi lagi hanya melalui sms; bagaimanakah?
'Maaf, mungkin kita belum berjodoh, karena saya belum mendapat restu dari ndalem'
Ya, baginya adalah sebuah keharusan menuai restu dari pihak yang selama ini membimbing dan mengasuhnya. Ndalem adalah keluarga pak Yai yang selama ini ia mondok di pesantrennya.
Cerita ini sederhana. Tak ada yang rumit di antara kami. Kecuali satu hal;
Kadang manusia merasa telah berpasrah kepada Sang Esa, tapi sesungguhnya mereka hanya sedang berprasangka luar biasa baik kepadaNya, hingga terkadang mereka justeru tidak siap dengan hal yang terjadi setelahnya yang mungkin tidak sama dengan prasangka itu.
Kamis, 07 Agustus 2014
Rabu, 06 Agustus 2014
Bunga #2
Bunga..
mekarmu tentu bukan sembilu
sendiri bermekar
sudah kuat tangkai dan daun mengakar
menawar seluruh hama sekitar
indah tak ternilai
Bunga..
cukup pahami rerumputan
kau akan hidup
meski rerumputan itu mengering
cukup tunggu
ia akan kembali menghijau
Bunga..
jangan menguning..
mekarmu tentu bukan sembilu
sendiri bermekar
sudah kuat tangkai dan daun mengakar
menawar seluruh hama sekitar
indah tak ternilai
Bunga..
cukup pahami rerumputan
kau akan hidup
meski rerumputan itu mengering
cukup tunggu
ia akan kembali menghijau
Bunga..
jangan menguning..
Sabtu, 26 Juli 2014
Bunga
Bunga..
kau bukan fatamorgana
kau meliuk lebih dalam
kala ini
dan mengingatkanku
tentang diriku dan dirinya
Bunga..
benarkah dirimu
ku harap kau lah kebenaran itu
kini
meski malu untuk nyata ku akui
dia
Bunga..
sejatikah nantinya
ku harap tak ada lain
hingga nanti
meski rapat sekali ku dekap
kedua telapak tanganku
dulu
Bunga..
tiba-tiba aku ingin sekali memetikmu..
kau bukan fatamorgana
kau meliuk lebih dalam
kala ini
dan mengingatkanku
tentang diriku dan dirinya
Bunga..
benarkah dirimu
ku harap kau lah kebenaran itu
kini
meski malu untuk nyata ku akui
dia
Bunga..
sejatikah nantinya
ku harap tak ada lain
hingga nanti
meski rapat sekali ku dekap
kedua telapak tanganku
dulu
Bunga..
tiba-tiba aku ingin sekali memetikmu..
Langganan:
Postingan (Atom)